Obsolete Beauty

After some nagging from a couple of friends who have followed the trend of becoming some founders of some sorts (kidding! They actually started a new blog), I eventually gave in and wrote an article for them. On the eve of my birthday, they published my writing. According to their blog stat, my article attracts quite a bit of attention. Not only quite a number of people of reading it, many people are commenting, saying they can relate to the article that I wrote. It was quite a splash of blush on my cheeks. Due to all these flattering comments, I decided to write an English version of the article. Here it goes.

Continue reading

That Higher Power

I wonder about the existence of That Higher Power whenever I have an erection. As an adult man, I still find it amazing to see the size difference between a resting and an erect penis. They can be very different! And everytime I notice this, I always ask myself: who could possibly design this?

 – S

Continue reading

To be Indonesian or not to be Indonesian

... That is the question.

Hanya sampai segitu saja kemampuan saya memplesetkan salah satu kalimat milik Shakespeare yang paling terkenal.

Menarik sekali membaca berita akhir-akhir ini mengenai debat soal kewarganegaraan salah seorang menteri yang baru dilantik oleh Jokowi. Beritanya macam-macam, ada kubu pendukung Pak Menteri, ada juga kubu pembenci.
Saya pribadi sih agak kurang paham mengapa berita ini jadi sangat besar dan dibesar-besarkan. Terlepas dari kemungkinan bahwa Pak Menteri melanggar peraturan negara yang melarang warga negara Indonesia untuk memiliki dua kewarganegaraan, saya kurang paham masalahnya apa.

Continue reading

17|71

Saya bangga bukan main ketika mendengar tentang adanya pameran 17|71: Goresan Juang Kemerdekaan.
Ide pameran ini sungguh sangat menarik: pameran mengenai lukisan-lukisan yang menjadi hiasan di Istana Kepresidenan.

Saya sendiri hanyalah penikmat seni amatir. Jika dihadapkan pada sebuah lukisan, saya tidak akan bisa menganalisis makna lukisan itu secara mendalam. Saya hanya bisa menentukan, “oke, saya suka lukisan ini,” atau “meh, mana karya selanjutnya?”
Walaupun amatiran, saya senang sekali pergi ke berbagai macam galeri dimana-mana. Berdasarkan pengalaman saya yang minim dalam mengunjungi berbagai galeri di seluruh dunia, ada dua galeri yang menjadi favorit saya di dunia ini. Galeri tersebut adalah Saatchi Gallery dan The Barnes Foundation. Saatchi Gallery lebih sering menampilkan karya seni kontemporer, sedangkan The Barnes Foundation menampilkan karya dari berbagai zaman yang didominasi oleh post-impressionist dan early modern paintings. Saya tidak bohong, setiap saya keluar dari dua galeri tersebut, saya benar-benar merasa lebih gembira. Lebih pandai juga, tapi kebahagiaan yang saya rasakan setelah keluar dari kedua galeri tersebut benar-benar membuncah dari lubuk hati saya yang terdalam. Uniknya, kebahagiaan ini tidak sering saya bagikan dengan orang lain, saya simpan sendiri, untuk diri saya sendiri.

Continue reading

Persoalan Koneksi

Saya baru saja pulang kampung.

Saat saya bilang “kampung”, yang saya maksud memang benar-benar kampung. Tepatnya kampung papa dan mama saya, karena kalau saya sendiri tidak pernah merasa punya kampung. Gara-garanya tentu saja asal-usul saya yang kurang begitu jelas. Saya dilahirkan di Jakarta. Umur setahun saya dibawa orang tua saya ke sebuah desa di Sulawesi Tenggara. Setelah lulus SD, saya dikirimkan ke Bandung, hingga lulus kuliah. Setelah lulus kuliah saya hidup di Jakarta. Jadi, istilah “kampung” bagi saya kurang jelas maknanya.

Continue reading

(Desperate Need To Be) Connected

I was away a little over a month ago to one of the many Indonesia’s national parks. The one I went to was called Gunung Leuser and located somewhere in North Sumatera.

The park was interesting. To enter the park, I had to actually cross a small river with somewhat fast current. The area around the park was quite secluded. It was hard to find reception for cellphones and the attempt for using a wifi failed quite horribly.

Continue reading