Tukang Jalan-Jalan Yang Manakah Kamu?

Ide mengenai tulisan ini sudah ada di kepala saya sejak saya sedang melakukan jalan-jalan beberapa bulan yang lalu.
Waktu itu saya sedang asik mengobrol dengan seorang teman yang bukan orang Indonesia dan dia memberikan saya inspirasi soal tulisan ini.
Inspirasi yang mirip-mirip kemudian datang pada saya saat saya menghadiri pertemuan CouchSurfing Indonesia beberapa waktu yang lalu.

Kemudian, saya juga sudah pernah menuliskan pendapat saya ini di twitter.
Tapi rasanya kurang sreg dan pembahasannya kurang menyeluruh.
Jadi saya putuskan untuk menuliskannya lagi disini.

Menurut saya, diantara berbagai macam orang yang diberi julukan Tukang Jalan-Jalan, orang-orang ini dapat dimasukkan ke dalam tiga golongan yang berbeda-beda.

1. Tukang Jalan-Jalan Yang Suka Pameran

Golongan ini adalah sumber inspirasi yang saya dapatkan pertama kali.
Salah seorang teman saya, orang Jerman, menyatakan bahwa dia memiliki seorang teman (sebut saja si X) yang punya hobi jalan-jalan dengan maksud tersembunyi: pameran.
Si X ini disinyalir sering sekali pergi berjalan-jalan, di dalam benua Eropa, maupun luar Eropa.
Saat sedang berjalan-jalan, si X sering sekali ganti status Facebook. Kemudian setelah selesai berjalan-jalan, si X selalu mengunggah foto-foto hasil jalan-jalannya ke Facebook.

Awalnya, saya mengira bahwa hanya orang Indonesia yang melakukan hal tersebut.
Soalnya orang Indonesia kan banyak yang kaget teknologi dan kaget akan cepatnya perputaran informasi.
Namun ternyata, setelah saya terlibat dalam berbagai pembicaraan dengan banyak orang lain, hal tersebut diatas juga banyak terjadi di negara-negara lain.
Teman-teman saya yang orang Kanada, contohnya.

Jadi, golongan Tukang Jalan-Jalan yang pertama adalah Tukang Jalan-Jalan Yang Suka Pameran.

Kalau saya sih suka merasa bahwa golongan pertama ini sebenarnya bukan golongan yang buruk dan pantas menerima cemoohan.
Malahan sebaiknya orang-orang yang termasuk ke dalam golongan pertama ini patut untuk dimaklumi.

Berdasarkan pengamatan saya, Tukang Jalan-Jalan Yang Suka Pameran itu sering disebabkan oleh jarangnya mereka berjalan-jalan.
Jadi, sekalinya pergi jalan-jalan, saking senangnya saat jalan-jalan, orang-orang ini ingin berbagi kebahagian dengan sesiapa pun yang ditemuinya.
Sungguh pantas jika orang-orang yang masuk ke dalam golongan pertama ini dimaklumi saat pameran, karena banyak dari mereka yang berniat untuk hanya berbagi kebahagiaan, bukan sekedar pameran.

2. Tukang Jalan-Jalan Yang Memiliki Strategi Finansial

Ide tentang golongan Tukang Jalan-Jalan yang kedua ini adalah ide yang muncul saat saya datang ke pertemuan CouchSurfing Indonesia.
Pertemuan waktu itu diisi dengan berbagai macam orang yang sudah pernah jalan-jalan ke berbagai macam tempat untuk berbagi tentang pengalaman mereka.
Sayangnya, kebanyakan dari mereka, di akhir presentasi, malah menggencarkan promosi aneh-aneh.

Ada seorang mbak-mbak yang bercerita tenang Wakatobi, ujung-ujungnya punya travel agent yang menawarkan paket liburan kesana.
Ada mbak-mbak lain yang bercerita tentang pengalamannya ke negara-negara Skandinavia, ujung-ujungnya promosi soal buku hasil tulisan dia.

Komentar saya dan teman saya cuma: CAPEK DEEEEHHH!!!

Sebelum saya memulai misi jalan-jalan saya kemarin, banyak sekali orang-orang yang menyuruh saya untuk menghubungi penerbit buku, siapa tahu saja saya jadi bisa menerbitkan buku berdasarkan pengalaman saya tersebut.
Ada juga teman saya yang menyarankan saya buat melamar pekerjaan di National Geographic Adventure, atau berbagai macam majalah jalan-jalan yang lain.

Bukannya apa-apa. Saya sih gak punya strategi finansial yang visioner.
Saya sendiri kagum banget sama orang-orang yang punya.
Hebat ya, sebelum pergi jalan-jalan udah bisa menjual diri mereka kepada penerbit dan memberikan jaminan bahwa hasil dari jalan-jalan tersebut akan ditulislah sebuah buku.
Hebat juga orang-orang yang pergi jalan-jalan ke suatu tempat, kemudian saking jatuh cintanya dia pada tempat tersebut, dia kemudian memutuskan untuk membuat bisnis disana.

Kapan ya saya bisa jadi seperti orang-orang tersebut?
Seperti Bondan Winarno atau Anthony Bourdain atau Janet Hshieh atau Samantha Brown?
Enak banget kan ya kalau jalan-jalan bisa jadi penghasilan.

3. Tukang Jalan-Jalan Yang Niatnya Emang Jalan-Jalan

Nah, golongan ketiga ini sungguh sangat jarang saya temui.
Intinya sih, golongan ketiga ini adalah orang-orang yang niatnya tulus banget.
Kalau diumpamakan sama ibadah, orang-orang dalam golongan ini adalah orang-orang yang shalat-nya khusyuk banget.

Tapi, saya beruntung bisa menemui orang-orang yang dapat digolongkan dalam golongan ketiga ini.
Contoh yang pertama adalah mama dan papa saya.

Kalau ada Tukang Jalan-Jalan Yang Niatnya Emang Jalan-Jalan tulus dan murni, mereka adalah mama dan papa saya.
Jalan-jalan terakhir mereka adalah saat mereka ke Spanyol selama seminggu, tinggal di hotel, jalan-jalan sana-sini, belanja oleh-oleh, makan malam berdua, nonton flamenco bersama, dan lain-lain.
Mereka gak pernah cerita-cerita ke teman-teman dan saudara-saudara, apalagi nulis status di Facebook dan BBM. Gak pernah juga mengunggah foto ke Facebook.
Waktu itu mama pernah ganti foto BBM dengan foto mama sewaktu di Istanbul.
Saking risihnya dengan (pernyataan dan) pertanyaan “Aduh ibu bagus sekali fotonya… lagi dimana nih?”
Mama langsung mengganti foto BBMnya lagi.

Kemudian ada juga teman-teman hippie saya dari Jerman.
Mereka bahkan menertawakan saya, saat tau saya punya lebih dari 1000 foto di Facebook dan jalan-jalan ke empat negara di Eropa hanya dalam waktu 1 bulan.
Di benak mereka, Jalan-Jalan itu harusnya santai, tidak buru-buru, tidak perlu dipublikasikan kepada orang-orang yang tidak kita kenal baik, dan tidak perlu menghasilkan keuntungan secara finansial.

Contoh lainnya lagi adalah banyak Tukang Jalan-Jalan lain yang banyak saya temui ketika saya jalan-jalan beberapa waktu lalu.
Mereka memang benar-benar meninggalkan pekerjaan mereka selama 1 tahun untuk benar-benar berjalan-jalan.
Seorang Tukang Jalan-Jalan dari Australia cerita dia cuma punya uang secukupnya aja. Kalau uangnya udah habis, dia tinggal agak lama di satu kota dan cari kerjaan serabutan seperti bartender, sampai cukup untuk menyambung hidup selama jalan-jalan.
Satu keluarga yang saya temui di Barcelona menyatakan bahwa mereka bekerja selama 6 bulan dalam 1 tahun, sisa 6 bulan lainnya mereka dedikasikan untuk jalan-jalan. Begitu setiap tahunnya.

Dan saat ngobrol sama para Tukang Jalan-Jalan Yang Niatnya Emang Jalan-Jalan ini mereka gak buru-buru motong kalimat-kalimat kamu dengan kalimat seperti:
“eh iya, gue juga tuh udah pernah ke kota XXX di negara YYY. Lo kemana aja disana? gue kesini-sana-sini.”
Mereka tulus berbagi pengalaman jalan-jalan mereka dan tulus mendengarkan cerita jalan-jalan orang lain.
Mereka juga gak berharap bisa bikin buku, atau jadi punya travel agent, atau jadi punya lebih banyak uang gara-gara suka jalan-jalan.

Mereka hanya suka jalan-jalan.
Sesederhana itu.

Begitulah tiga golongan Tukang Jalan-Jalan berdasarkan opini saya.

Kalau saya ditanya, golongan yang manakah saya?
Saya juga masih bingung jawabnya.

Saya sih tentu saja bukan golongan Tukang Jalan-Jalan Yang Memiliki Strategi Finansial.
Saya sedang berusaha masuk kedalam golongan Tukang Jalan-Jalan Yang Niatnya Emang Jalan-Jalan, tapi kadang-kadang masih suka banci perhatian dan nyerempet-nyerempet ke golongan Tukang Jalan-Jalan Yang Suka Pameran.
(terbukti dengan masih gatelnya saya buat update twitter pas jalan-jalan setengah dunia kemarin.)

Ngomong-ngomong (apa sih padanan istilah ini?),
Saya memilih kata Tukang Jalan-Jalan daripada Petualang, Wisatawan, Pelancong, Penjelajah, ataupun padanan kata lainnya, karena menurut saya istilah Tukang Jalan-Jalan itu lebih kena di hati.
Alasan yang aneh sih memang. Tapi ini toh tulisan saya, terserah saya dong mau nulis apa.

Jadi, kalau pembagian golongan Tukang Jalan-Jalan didasarkan atas opini saya belaka,
Tukang Jalan-Jalan Yang Manakah Kamu?

2 Comments

  • “…golongan ketiga ini adalah orang-orang yang niatnya tulus banget. Kalau diumpamakan sama ibadah, orang-orang dalam golongan ini adalah orang-orang yang shalat-nya khusyuk banget.”
    Bahahahahahahahaha perumpamaan yang bagus banget ini Al!

What is on your mind?